Jumat, 03 Mei 2013

Sifat Kepemimpinan Hasta Brata dan Ki Hajar Dewantara (Tugas MID)

Sifat Kepemimpinan Hasta Brata

Dalam khasanah budaya Jawa kuno, sedikitnya ada empat ajaran filsafat kepemimpinan. Keempat ajaran tersebut adalah; Ilmu Hasta Brata, Wulang Reh, Tripama, dan Dasa Darma Raja. Ulasan mendalam tentang keempat ajaran tersebut dapat dibaca antara lain dalam buku yang ditulis oleh Pardi Suratno berjudul “Sang Pemimpin”. Dari keempat ajaran tersebut, Hasta Brata merupakan yang (relatif) paling lengkap dan sangat ideal sehingga menarik untuk dikaji menggunakan pendekatan konteks kekinian (kontemporer).
Ilmu Hasta Brata tergolong ajaran yang sangat tua, mulai diperkenalkan melalui lakon pewayangan Wahyu Makutharama. Wayan Susetya dalam bukunya “Kepemimpinan Jawa” melukiskan kehebatan ilmu Hasta Brata ini sedemikian rupa. Hasta Brata adalah ilmu tentang delapan (hasta) sifat alam yang agung. Pemimpin yang menguasai ilmu Hasta Brata ini akan mampu melakukan internalisasi diri (pengejawantnhan) kedalam delapan sifat agung yang mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang Pencipta, yaitu:

1.        Sifat Bumi
Seperti halnya bumi, sifat ini memberikan tempat hidup kepada manusia, tumbuhan dan hewan. Seorang pemimpin yang menguasai sifat Bumi akan mengarahkan kekuasaannya untuk mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan. Seorang pemimpin juga harus mampu menghadapi segala masalah dengan kesabaran, pikiran dan hati jernih ketika mengambil keputusan, serta mampu memberikan harapan dan tumbunya kreatifitas anggotanya, kreatif dalam mengatasi masalah, sebagaimana bumi menjadikan kotoran menjadi sumber makanan bagi tumbuhan.

2.        Sifat Matahari
Matahari mampu memberikan sumber energi yang besar bagi seluruh makhluk hidup, seperti itulah juga seorang pemimpin kepada rakyatnya. Pemimpin harus memiliki energi positif yang mampu bertindak produktif untuk rakyatnya. Selain itu, seorang pemimpin yang memiliki sifat matahari ini akan memberikan inspirasi dan semangat untuk menghadapi masalah yang ia hadapi. Tidak hanya itu, ia juga akan membela rakyatnya yang tertindas.
 
3.      Sifat Bulan
Bulan merupakan sumber cahaya saat malam tiba. Seperti bulan yang selalu menyejukkan dan menjadi penerang dari gelapnya bumi, seperti itulah pemimpin yang mampu menawan hati rakyatnya dengan sikap tegas dan keputusan yang tidak menimbulkan konflik. Ia akan selalu memancarkan kebahagiaan dan harapan. Cahayanya yang selalu memberikan pencerahan akan menjadi penuntun untuk rakyatnya.

4.      Sifat Samudra
Sifat samudra adalah luas dan lapang yang berarti memberikan simbol keluasan hati dan kelapangan dada. Seorang pemimpin yang memiliki sifat ini akan mampu menerima saran dan kritikan dengan lapang. Ia akan selalu menyediakan waktu dan bersifat terbuka untuk menampung segala keluhan dan aspirasi rakyat. Ia juga memberikan kesempatan berbicara kepada rakyatnya tanpa melihat siapa yang berbicara tapi memperhatikan apa yang dibicarakan dengan penuh kesabaran. Singkat kata, rakyat mencintainya dan lawan pun menyeganinya.

5.      Sifat Bintang
Sifat bintang melukiskan posisi yang tinggi. Seorang pemimpin yang memiliki sifat ini mempunyai kepribadian yang mulia, berkerlip dalam gelap dan menjadi penunjuk arah yang teguh, jujur, dan disiplin sehingga dalam kehidupan bermasyarakat ia akan menempati posisi terhormat dan dihormati. Ia akan menjadi panutan bagi rakyat/anggotanya.

 6.      Sifat Angin
Sifat angin adalah dapat masuk ke segala tempat. Pemimpin yang memiliki sifat ini selalu membaur kepada siapa pun, tak mengenal tempat dan bisa berada di setiap strata atau lapisan masyarakat tanpa pilih kasih. Sikapnya yang sejuk dan lembut membuat ia disegani bawahannya. Pemimpin seperti ini selalu terukur dalam bicaranya (tidak asal omong), setiap pernyataan yang ia lontarkan disertai argumentasi dan dilengkapi dengan fakta. Ia mampu memberi solusi pada setiap masalah, sebagaimana angin yang berusaha mengisi ruang kosong.

7.      Sifat Api
Sifat api dapat membakar apa saja, tanpa pandang bulu, termasuk besi sekalipun. Api dimaknai secara positif sebagai simbol dari sifat yang tegas dan lugas. Pemimpin yang memiliki sifat ini konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan serta bersikap adil. Ia juga cekatan dalam menyelesaikan persoalan. Energi positif yang ia miliki mampu memberi semangat kepada rakyatnya yang mengarah pada kebaikan dan memerangi kejahatan.

8.      Sifat Air
Sifat air berbeda dengan samudra yang luas dan lapang. Air selalu mengalir dan mencari tempat terendah yang berarti pemimpin seperti ini memiliki sifat rendah hati dan tidak sombong kepada rakyatnya. Pemimpin harus bisa menyatu kepada rakyatnya agar ia tahu apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya sehingga rakyat akan merasa sejuk, aman, nyaman, dan tentram bersama pemimpinnya dan kehadirannya selalu diharapkan.
Kedelapan watak dan kecakapan tersebut amat penting bagi pemimpin yang berjiwa ksatria sebagai sarana untuk mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma bakti pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan negara dan rakyatnya.

Sifat Kepemimpinan  Ki Hajar Dewantara
 
Konsep manajemen dan kepemimpinan yang kita pelajari kebanyakan berasal dari pemikiran barat. Padahal sebenarnya kita memiliki konsep manajemen made in Indonesia yang luar biasa! Konsep manajemen barat memandang birokrasi manajemen dari aspek vertikal dan horizontal. Jadi selalu berbicara atasan dan bawahan (vertikal) serta posisi dalam level sama, kesamping kiri dan kanan (horisontal). Di Indonesia, terdapat suatu konsep kepemimpinan yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan belakang. Depan belakang? Iya, itulah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh dan pelopor pendidikan di Indonesia, yang mendirikan Perguruan Taman Siswa di tahun 1922. Di dalam mengelola perguruan tersebut, Ki Hajar memiliki moto dalam bahasa jawa yang berbunyi: Ing ngarso sung tulodho, ing madaya mangun karsa, tut wuri handayani. Moto tersebut terjemahan langsungnya adalah di depan memberikan teladan, di tengah menggerakkan, di belakang memberikan dorongan. Moto tersebut pada mulanya ditujukan untuk menjadi pedoman untuk membangun kultur positif antara guru dan murid, namun dalam perkembangannya konsep tersebut digunakan menjadi konsep kepemimpinan, yang khas dan asli Indonesia.
Konsep kepemimpinan khas Indosesia ala Ki Hajar tidak membedakan orang dari tingkatannya, tetapi dari peranannya. Peran itupun tidak selalu sama, bisa peran saat di depan, peran pada saat di tengah, dan peran pada saat di belakang. Dengan kata lain, pada suatu saat seorang pemimpin harus berperan di depan, pada saat lain di tengah, dan saat yang lain lagi bisa berperan di belakang.

Saat Pemimpin di Depan atau “Ing Ngarso Sun Tulodho”
          Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya akan mengikuti. Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Disini bisa dilhat betapa besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan, tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
           Ini disebutkan oleh Ki Hajar dengan terminologi “ing ngarso sung tulodho”, saat di depan seorang pemimpin harus memberi teladan. Kata Ing Ngarso tidak dapat berdiri sendiri , jika tidak mendapatkan kalimat penjelas dibelakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum memberi teladan maka belum pantas menyandang gelar 'pemimpin' .

Saat Pemimpin di Tengah atau “Ing Madyo Mbangun Karso”
           Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation), sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin sejati.
Ajaran kedua ini sarat dengan makna kebersamaan , kekompakan , dan kerjasama . Seorang pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya , melainkan ia juga harus berada di tengah - tengah orang yang dipimpinnya . Maka sangat tidak terpuji bila seorang pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa - apa sedangkan orang yang dipimpinnya menderita.
Selain itu pemimpin harus kreatif dalam memimpin , sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak . Ditambahlagi seorang pemimpin harus melindungi segenap orang yang dipimpinnya.

Saat Pemimpin di Belakang atau Tut Wuri Handayani”
           Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang? Pemimpin sejati diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling berlawanan.
     Ajaran kepemimpinan yang ketiga ini merupakan semboyan dari dunia Pendidikan , yang tentunya mempunyai makna yang mendalam . Jika diartikan secara keseluruhan Tut Wuri Handayani bertujuan untuk menciptakan pribadi yang Mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain . Dan diharapkan akan muncul generasi baru yang akan berani memimpin tanpa menunggu orang lain untuk memimpin .
          Adapun dorongan tersebut dapat berupa moral dan semangat kepada orang lain . Maka dari itu  pendidikan mengambil semboyan ini , agar pendidikan menjadi sebuah perantara membentuk generasi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain . Maka dimasa yang akan datang dengan pendidikan yang dimilikinya orang tersebut tidak akan mudah untuk diperalat.
Seorang pemimpinan adalah motor penggerak yang
senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.