Sifat
Kepemimpinan Hasta Brata
Dalam
khasanah budaya Jawa kuno, sedikitnya ada empat ajaran filsafat kepemimpinan.
Keempat ajaran tersebut adalah; Ilmu Hasta Brata, Wulang Reh,
Tripama, dan Dasa Darma Raja. Ulasan mendalam tentang keempat
ajaran tersebut dapat dibaca antara lain dalam buku yang ditulis oleh Pardi
Suratno berjudul “Sang Pemimpin”. Dari keempat ajaran tersebut, Hasta
Brata merupakan yang (relatif) paling lengkap dan sangat ideal sehingga menarik
untuk dikaji menggunakan pendekatan konteks kekinian (kontemporer).
Ilmu Hasta Brata tergolong ajaran
yang sangat tua, mulai diperkenalkan melalui lakon pewayangan Wahyu
Makutharama. Wayan Susetya dalam bukunya “Kepemimpinan Jawa”
melukiskan kehebatan ilmu Hasta Brata ini sedemikian rupa. Hasta Brata adalah
ilmu tentang delapan (hasta) sifat alam yang agung. Pemimpin yang menguasai
ilmu Hasta Brata ini akan mampu melakukan internalisasi diri (pengejawantnhan)
kedalam delapan sifat agung yang mewakili simbol kearifan dan kebesaran Sang
Pencipta, yaitu:
1.
Sifat Bumi
Seperti
halnya bumi, sifat ini memberikan tempat hidup kepada manusia, tumbuhan dan
hewan. Seorang pemimpin yang menguasai sifat Bumi akan mengarahkan kekuasaannya
untuk mensejahterakan rakyat dan mengentaskan kemiskinan. Seorang pemimpin juga
harus mampu menghadapi segala masalah dengan kesabaran, pikiran dan hati jernih
ketika mengambil keputusan, serta mampu memberikan harapan dan tumbunya
kreatifitas anggotanya, kreatif dalam mengatasi masalah, sebagaimana bumi
menjadikan kotoran menjadi sumber makanan bagi tumbuhan.
2.
Sifat Matahari
Matahari
mampu memberikan sumber energi yang besar bagi seluruh makhluk hidup, seperti
itulah juga seorang pemimpin kepada rakyatnya. Pemimpin harus memiliki energi
positif yang mampu bertindak produktif untuk rakyatnya. Selain itu, seorang
pemimpin yang memiliki sifat matahari ini akan memberikan inspirasi dan semangat
untuk menghadapi masalah yang ia hadapi. Tidak hanya itu, ia juga akan membela
rakyatnya yang tertindas.
3. Sifat
Bulan
Bulan
merupakan sumber cahaya saat malam tiba. Seperti bulan yang selalu menyejukkan
dan menjadi penerang dari gelapnya bumi, seperti itulah pemimpin yang mampu
menawan hati rakyatnya dengan sikap tegas dan keputusan yang tidak menimbulkan
konflik. Ia akan selalu memancarkan kebahagiaan dan harapan. Cahayanya yang
selalu memberikan pencerahan akan menjadi penuntun untuk rakyatnya.
4. Sifat
Samudra
Sifat
samudra adalah luas dan lapang yang berarti memberikan simbol keluasan hati dan
kelapangan dada. Seorang pemimpin yang memiliki sifat ini akan mampu menerima
saran dan kritikan dengan lapang. Ia akan selalu menyediakan waktu dan bersifat
terbuka untuk menampung segala keluhan dan aspirasi rakyat. Ia juga memberikan
kesempatan berbicara kepada rakyatnya tanpa melihat siapa yang berbicara tapi
memperhatikan apa yang dibicarakan dengan penuh kesabaran. Singkat kata, rakyat
mencintainya dan lawan pun menyeganinya.
5. Sifat
Bintang
Sifat
bintang melukiskan posisi yang tinggi. Seorang pemimpin yang memiliki sifat ini
mempunyai kepribadian yang mulia, berkerlip dalam gelap dan menjadi penunjuk
arah yang teguh, jujur, dan disiplin sehingga dalam kehidupan bermasyarakat ia
akan menempati posisi terhormat dan dihormati. Ia akan menjadi panutan bagi
rakyat/anggotanya.
6. Sifat
Angin
Sifat
angin adalah dapat masuk ke segala tempat. Pemimpin yang memiliki sifat ini
selalu membaur kepada siapa pun, tak mengenal tempat dan bisa berada di setiap
strata atau lapisan masyarakat tanpa pilih kasih. Sikapnya yang sejuk dan
lembut membuat ia disegani bawahannya. Pemimpin seperti ini selalu terukur
dalam bicaranya (tidak asal omong), setiap pernyataan yang ia lontarkan
disertai argumentasi dan dilengkapi dengan fakta. Ia mampu memberi solusi pada
setiap masalah, sebagaimana angin yang berusaha mengisi ruang kosong.
7. Sifat
Api
Sifat
api dapat membakar apa saja, tanpa pandang bulu, termasuk besi sekalipun. Api
dimaknai secara positif sebagai simbol dari sifat yang tegas dan lugas.
Pemimpin yang memiliki sifat ini konsisten dan objektif dalam menegakkan aturan
serta bersikap adil. Ia juga cekatan dalam menyelesaikan persoalan. Energi
positif yang ia miliki mampu memberi semangat kepada rakyatnya yang mengarah
pada kebaikan dan memerangi kejahatan.
8. Sifat
Air
Sifat air
berbeda dengan samudra yang luas dan lapang. Air selalu mengalir dan mencari
tempat terendah yang berarti pemimpin seperti ini memiliki sifat rendah hati
dan tidak sombong kepada rakyatnya. Pemimpin harus bisa menyatu kepada
rakyatnya agar ia tahu apa yang menjadi kebutuhan rakyatnya sehingga rakyat
akan merasa sejuk, aman, nyaman, dan tentram bersama pemimpinnya dan
kehadirannya selalu diharapkan.
Kedelapan watak dan kecakapan
tersebut amat penting bagi pemimpin yang berjiwa ksatria sebagai sarana untuk
mendharmabaktikan dirinya kepada negara dan rakyat, karena dharma bakti
pemimpin yang benar akan menjamin kesejahteraan dan keselamatan negara dan
rakyatnya.
Sifat
Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara
Konsep manajemen dan kepemimpinan
yang kita pelajari kebanyakan berasal dari pemikiran barat. Padahal sebenarnya
kita memiliki konsep manajemen made in Indonesia yang luar biasa!
Konsep manajemen barat memandang birokrasi manajemen dari aspek vertikal dan
horizontal. Jadi selalu berbicara atasan dan bawahan (vertikal) serta posisi
dalam level sama, kesamping kiri dan kanan (horisontal). Di Indonesia, terdapat
suatu konsep kepemimpinan yang berbeda dimensi, bukan atas bawah, tetapi depan
belakang. Depan belakang? Iya, itulah konsep kepemimpinan yang disampaikan oleh
Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara adalah tokoh
dan pelopor pendidikan di Indonesia, yang mendirikan Perguruan Taman Siswa di
tahun 1922. Di dalam mengelola perguruan tersebut, Ki Hajar memiliki moto dalam
bahasa jawa yang berbunyi: Ing
ngarso sung tulodho, ing madaya mangun karsa, tut wuri handayani. Moto
tersebut terjemahan langsungnya adalah “di depan memberikan teladan, di tengah menggerakkan, di belakang
memberikan dorongan”. Moto tersebut pada mulanya ditujukan untuk
menjadi pedoman untuk membangun kultur positif antara guru dan murid, namun
dalam perkembangannya konsep tersebut digunakan menjadi konsep kepemimpinan,
yang khas dan asli Indonesia.
Konsep kepemimpinan khas
Indosesia ala Ki Hajar tidak membedakan orang dari tingkatannya, tetapi dari
peranannya. Peran itupun tidak selalu sama, bisa peran saat di depan, peran
pada saat di tengah, dan peran pada saat di belakang. Dengan kata lain, pada suatu
saat seorang pemimpin harus berperan di depan, pada saat lain di tengah, dan
saat yang lain lagi bisa berperan di belakang.
Saat Pemimpin di Depan atau “Ing Ngarso Sun Tulodho”
Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya akan mengikuti. Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Disini bisa dilhat betapa besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan, tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
Seorang pemimpin adalah panutan. Sebagai panutan, orang lain yang ada disekitarnya akan mengikuti. Seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang - orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Disini bisa dilhat betapa besarnya tanggungjawab moral seorang pemimpin, karena tindak-tanduknya, tingkah lakunya, cara berfikirnya, bahkan kebiasaannya akan cenderung diikuti orang lain. Untuk itulah maka saat berada di depan, pemimpin harus memberikan teladan, memberikan contoh. Disini tidak tercermin adanya atasan-bawahan, tetapi jelas menunjukkan siapa yang memimpin dan siapa yang dipimpin.
Ini disebutkan oleh Ki Hajar dengan
terminologi “ing ngarso sung tulodho”, saat di depan seorang pemimpin
harus memberi teladan. Kata Ing Ngarso tidak dapat berdiri sendiri , jika tidak
mendapatkan kalimat penjelas dibelakangnya. Artinya seorang yang berada di
depan jika belum memberi teladan maka belum pantas menyandang gelar 'pemimpin'
.
Saat Pemimpin di Tengah
atau “Ing Madyo Mbangun Karso”
Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation), sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin sejati.
Seorang pemimpin yang berada di tengah-tengah orang-orang yang dipimpinnya, harus mampu menggerakkan, memotivasi, dan mengatur sumberdaya yang ada (empowering). Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri (intrinsic motivation), sehingga ada ataupun tidak adanya stimuli tetap saja akan termotivasi. Hanya saja, kadar motivasi dari diri sendiri sering tidak stabil kehadirannya. Untuk itulah maka motivasi dari luar dirinya (extrinsic motivation) tetap sangat diperlukan. Disinilah seorang pemimpin dapat mengambil peran. Kehadirannya membuat orang tergerak untuk bertindak. Itulah pemimpin sejati.
Ajaran kedua ini sarat dengan
makna kebersamaan , kekompakan , dan kerjasama . Seorang pemimpin tidak hanya
melihat kepada orang yang dipimpinnya , melainkan ia juga harus berada di
tengah - tengah orang yang dipimpinnya . Maka sangat tidak terpuji bila seorang
pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa - apa sedangkan orang yang dipimpinnya
menderita.
Selain itu pemimpin harus kreatif dalam memimpin , sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak . Ditambahlagi seorang pemimpin harus melindungi segenap orang yang dipimpinnya.
Selain itu pemimpin harus kreatif dalam memimpin , sehingga orang yang dipimpinnya mempunyai wawasan baru dalam bertindak . Ditambahlagi seorang pemimpin harus melindungi segenap orang yang dipimpinnya.
Saat Pemimpin di Belakang
atau “Tut Wuri Handayani”
Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang? Pemimpin sejati diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling berlawanan.
Siapa bilang seorang pemimpin tidak boleh berada di barisan belakang? Pemimpin sejati diperlukan kehadirannya dibarisan belakang. Dari belakang seorang pemimpin dapat memberikan dorongan untuk terus maju. Pemimpin yang berada di barisan belakang harus pandai-pandai mengikuti barisan di depannya, agar konsisten gerakan dan arahnya , agar terjadi apa yang disebut goal cogruency, suatu keadaan di mana tujuan individu yang berada dalam suatu organisasi konsisten dengan tujuan organisasi. Tanpa goal congruency arah gerakan organisasi menjadi berat karena banyaknya arah yang tidak sama dan mungkin justru saling berlawanan.
Ajaran kepemimpinan yang ketiga ini
merupakan semboyan dari dunia Pendidikan , yang tentunya mempunyai makna yang
mendalam . Jika diartikan secara keseluruhan Tut Wuri Handayani bertujuan untuk
menciptakan pribadi yang Mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain . Dan
diharapkan akan muncul generasi baru yang akan berani memimpin tanpa menunggu
orang lain untuk memimpin .
Adapun dorongan tersebut dapat berupa moral dan semangat kepada orang lain . Maka dari itu pendidikan mengambil semboyan ini , agar pendidikan menjadi sebuah perantara membentuk generasi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain . Maka dimasa yang akan datang dengan pendidikan yang dimilikinya orang tersebut tidak akan mudah untuk diperalat.
Adapun dorongan tersebut dapat berupa moral dan semangat kepada orang lain . Maka dari itu pendidikan mengambil semboyan ini , agar pendidikan menjadi sebuah perantara membentuk generasi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain . Maka dimasa yang akan datang dengan pendidikan yang dimilikinya orang tersebut tidak akan mudah untuk diperalat.
Seorang pemimpinan adalah motor
penggerak yang
senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
senantiasa mempengaruhi, mendorong dan mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya supaya mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan kepercayaan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan organisasi. Oleh karena itu pemimpin seharusnya dapat memandu, menuntun, membimbing, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi yang lebih baik, sehingga mampu membawa para bawahan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.