ASUMSI EKONOMI MAKRO
DALAM
PENYUSUNAN APBN
Tugas Mata Kuliah
Kebijakan Perencanaan Pembangunan
Oleh:
Nama :
Fitria Kurniaty
NIM : 07101001016
Dosen
Pembimbing : Alamsyah, S.IP.,M.Si
Jurusan Ilmu
Administrasi Negara
Fakultas ilmu Sosial dan
Ilmu Politik
Universitas Sriwijaya
Inderalaya
2012
Asumsi
Ekonomi Makro dalam Penyusunan APBN
Menurut UU Nomor 10 Tahun 2010, Anggaran
Pendapatan Belanja Negara, yang selanjutnya di singkat APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh Depan Perwakilan Rakyat
(DPR) RI.
APBN memiliki beberapa tahapan yaitu
penyusunan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN. Dalam penyusunan APBN,
pemerintah mengajukan rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR.
Setelah melalui perubahan, DPR menetapkan UU tentang APBN selambat-lambatnya 2
bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
Penyusunan APBN tidak terlepas dari
asumsi makro ekonomi yang menjadi barometer dan patokan dalam pertumbuhan
ekonomi. Paradigma penggunaan asumsi makro ekonomi dalam penyusunan APBN
dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa stabilitas ekonomi diperlukan dalam
rangka mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.
Asumsi
dalam penyusunan APBN tersebut, yaitu:
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
2. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
3. Tingkat inflasi (%)
4. Nilai tukar rupiah per USD
5. Suku bunga SBI 3 bulan (%)
6. Harga minyak Indonesia (USD/barel)
7. Lifting minyak Indonesia (barel/hari)
Dalam UU APBN
2012, asumsi dasar ekonomi makro diproyeksikan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5%
(sebelumnya 6,7% pada Januari 2012)
2. Tingkat inflasi sebesar 6,8% (sebelumnya
5,3% pada Januari 2012)
3. Nilai tukar rupiah Rp9.000 per USD
(sebelumnya Rp8.800 per USD pada Januari 2012)
4. Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara
(SPN) 3 bulan sebesar 5,0% (sebelumnya 6,0% pada Januari 2012)
5. Harga minyak mentah Indonesia rata-rata USD105 per barel (sebelumnya
USD90,0 per barel pada Januari 2012)
6. Lifting
minyak sebesar 930 ribu
barel per hari (sebelumnya 950 ribu barel per hari pada Januari 2012)
Pemerintah mengubah sejumlah asumsi makro
dalam Undang-undang APBN 2012, melalui APBN Perubahan (APBN-P) yang telah
dikirimkan ke DPR.
Tabel I
Asumsi Dasar Ekonomi Makro
2012
Uraian
|
APBN
|
RAPBN-P
|
Produk Domestik Bruto (rupiah)
|
8.119,8 triliun
|
|
Pertumbuhan Ekonomi (%)
|
6,7
|
6,5
|
Tingkat Inflasi (%)
|
5,30
|
6,8
|
Nilai tukar rupiah per USD
|
8.800
|
9.000
|
Suku bunga Surat Perbendaharaan Negara
(SPN) 3 bulan (%)
|
6,0
|
5,8
|
Harga minyak mentah
|
90,0
|
105
|
Lifting
minyak
|
950.000
|
930.000
|
1. Pertumbuhan
Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses dimana terjadi kenaikan
produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian
dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Definisi
pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada
kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf
hidup diukur dengan output riil per orang.
Pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2011 menunjukan
perkembangan yang cukup menggembirakan. Krisis utang yang terjadi di US
dan Eropa pada kenyataannya tidak berdampak signifikan pada perekonomian
nasional. Permintaan domestik masih cukup kuat untuk mendukung laju pertumbuhan
ekonomi walaupun terjadi perlambatan pada sisi eksternal. Pada tahun 2011,
pertumbuhan ekonomi mencapai 6,5%, lebih tinggi bila dibandingkan tahun
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,2%. Pertumbuhan tersebut didukung oleh kinerja
konsumsi masyarakat, konsumsi pemerintah, investasi, ekspor neto, serta sektor
industri yang cukup signifikan.
Tabel II
Grafik Pertumbuhan PDB (%)
Memasuki
tahun 2012 perekonomian nasional diperkirakan mengalami perlambatan akibat
dampak krisis global yang belum pulih. Dalam APBN 2012, asumsi pertumbuhan
ekonomi diperkirakan mencapai 6,7%, lebih tinggi bila dibandingkan dengan
realisasi pertumbuhan pada tahun 2011 yang mencapai 6,5%. Dengan melihat
kondisi terkini baik dari sisi internal maupun eksternal, ekonomi nasional di
tahun 2012 diperkirakan tumbuh 6,5%.
2.
Tingkat
Inflasi
Secara umum, laju inflasi tahun
2011 lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi tahun sebelumnya, yang
didorong oleh laju inflasi yang cenderung rendah pada semester II tahun 2011.
Sampai pada bulan Januari dan Februari 2012, tingkat inflasi lebih rendah jika
dibandingkan dengan laju inflasi pada periode yang sama tahun 2011.
Memasuki triwulan II tahun 2012
inflasi diperkirakan akan mengalami tekanan yang cukup berat, terkait dengan
rencana kebijakan pengendalian subsidi BBM. Pemilihan waktu pelaksanaan
kebijakan pada triwulan II yang secara historis memiliki laju inflasi relatif
rendah dan cenderung terjadi deflasi, diharapkan dapat meredam potensi
tingginya laju inflasi tahun 2012.
Belajar dari penerpan tahun
2005 dan 2008, dalam rangka meminimalkan dampak kebijakan di bidang harga
tersebut, pemerintah akan melaksanakan beberapa kebijakan dalam rangka meredam
peningkatan ekspetasi inflasi masyarakat, antara lain:
1) Mejaga ketersediaan pasokan dan kelancaran
arus distribusi bahan pangan pokok khususnya
beras
2) Meningkatkan kesiapan infrastruktur dan
kepastian ketersediaan pasokan BBM sehingga menjaga agar tidak terjadi
kelangkaan pasokan
3) Meningkatkan alokasi belanja infrastruktur
dalam mendukung domestic connectivity
4) Meningkatkan ketersediaan sarana dan
prasarana transportasi umum
5) Meningkatkan alokasi anggaran dalam mendukung
program ketahanan pangan nasional, dan stabilitas harga pangan.
3.
Nilai
Tukar Rupiah
Sepanjang tahun 2011, nilai
tukar rupiah bergerak relatif stabil dengan kecenderungan menguat, sejalan
dengan derasnya arus modal asing, peningkatan rating Indonesia ke posisi investment
grade, serta semakin seimbangnya permintaan dan penawaran valuta asing di
pasar domestik.
Untuk menjaga stabilitas
eksternal dan internal, Bank Indonesia memadukan kebijakan stabilitas nilai
tukar rupiah dan pengelolaan lalu lintas modal. Di tengah derasnya aliran modal
asing yang masuk dan tekanan apresiasi, stabilitas nilai tukar dilakukan untuk
mengurangi volatilitas rupiah dalam upaya pengendalian dan stabilisasi harga.
Kebijakan stabilitas nilai tukar juga dilakukan sebagai langkah antisipasi
terjadinya pembalikan modal (sudden reversal) dengan menjaga cadangan
devisa pada level yang memadai untuk mencukupi pembayaran impor dan utang luar
negeri. Bank Indonesia juga melakukan kebijakan intervensi
secara terukur di pasar valuta asing untuk menahan laju penguatan rupiah.
Kebijakan tersebut dilakukan secara symmetric dengan mengakomodasi nilai
tukar yang lebih fleksibel dan tetap memerhatikan tren nilai tukar
negara-negara kawasan agar daya saing rupiah tetap terjaga. Pergerakan rupiah
diupayakan agar tidak mengalami overshooting dan tidak terlalu
fluktuatif serta tidak menimbulkan dampak yang berlebihan terhadap pasokan
likuiditas domestik.
Selama Januari–Februari 2012,
rata-rata nilai tukar rupiah tercatat sebesar Rp9.067 per dolar AS atau
terdepresiasi 1,0 persen bila dibandingkan dengan rata-rata pada periode yang
sama tahun 2011. Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2012
diperkirakan akan stabil dengan kecenderungan melemah, yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.
Dengan mempertimbangkan
faktor-faktor tersebut dan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam upaya menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, asumsi rata-rata
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN-P 2012 diperkirakan mencapai
sekitar Rp9.000 per USD.
Menurut Bambang PS
Brojonegoro Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan (Kemenkeu),
kenaikan nilai tukar rupiah terjadi dikarenakan adanya kecenderungan nilai
ekspor yang melambat sehingga yang terlihat kurs tidak bersahabat terhadap dunia
usaha. Menurut catatan BPS, pencapaian ekspor dari Januari 2012 mengalami
penurunan sebesar 9,28% dari Desember 2011 dan berada dikisaran USD 15,49
miliar.
4.
Suku Bunga Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) 3 Bulan
Sejak bulan November 2010,
lelang SBI 3 bulan dihentikan oleh Bank Indonesia . Derasnya arus modal asing masuk ke
instrumen-instrumen pasar jangka pendek dikhawatirkan berpotensi menimbulkan
flutuasi nilai tukar berlebih, khususnya bila terjadi pembalikan arus dana (sudden
capital reversal) kembali ke negara asal masing-masing. Pemberhentian
lelang SBI 3 bulan diharapkan mampu mengalihkan arus modal asing masuk ke instrumen investasi dan pasar lain dengan
tenor yang lebih panjang. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dengan
diberhentikannya mekanisme pelelangan SBI 3 bulan, Pemerintah memiliki
kewajiban untuk menerbitkan surat utang lain yang memiliki sistem pelelangan setara dengan
SBI 3 bulan. Di bulan Maret 2011, Pemerintah mulai menerbitkan Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) dengan tenor 3 bulan sebagai dasar perhitungan
tingkat bunga Surat Utang Negara dengan variable rate.
Prospek pasar SPN 3 bulan di
dalam negeri terlihat cukup baik. Selama tahun 2011, total jumlah penawaran
oleh masyarakat dalam lelang SPN 3 bulan mencapai Rp48,7 triliun dan jumlah
penawaran yang dimenangkan jauh lebih kecil, yaitu sebesar Rp12,5 triliun.
Minat investor yang cukup besar tersebut memberikan keuntungan tersendiri
berupa ketersediaan satu sumber pembiayaan defisit yang relatif murah.
Memasuki tahun 2012, minat
investor terhadap SPN 3 bulan tetap tinggi. Dalam dua kali pelelangan di bulan
Januari 2012 dan dua kali pelelangan di bulan Februari 2012, masih terjadi oversubscribed
penawaran.
5.
Harga Minyak Mentah Indonesia
(Indonesian Crude-oil
Price/ICP)
Kinerja pertumbuhan ekonomi
dunia yang semakin membaik telah berdampak pada naiknya konsumsi minyak dunia,
terutama di beberapa negara berbasis industri, seperti Cina dan Rusia. Badan
Energi Amerika (Energy Information Administration/EIA) mencatat ratarata
realisasi total konsumsi minyak dunia pada akhir Desember 2011 mencapai 87,9
juta barel per hari, merupakan rata-rata tertinggi sejak periode krisis tahun
2008.
Sejalan dengan meningkatnya
konsumsi minyak dunia, EIA memperkirakan harga minyak mentah dunia WTI pada
tahun 2012 akan berada pada level USD100,4 per barel atau naik sekitar 5,5
persen dari rata-rata harga minyak mentah WTI pada tahun 2011 yang mencapai
sebesar USD94,86 per barel.
Pergerakan harga minyak
mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP)
menunjukkan adanya perubahan tren. Harga ICP yang selama ini mengikuti
pergerakan harga minyak mentah khususnya WTI, berubah menjadi mengikuti
pergerakan harga minyak mentah Brent yang secara rata-rata lebih tinggi sekitar
USD15 per barel dibandingkan dengan harga minyak WTI. harga ICP pada tahun 2012
diperkirakan mengalami peningkatan selaras dengan tren pergerakan harga minyak
internasional, terutama Brent. Rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun
2012 diperkirakan mencapai USD105 per barel atau lebih tinggi bila dibandingkan
dengan asumsi rata-rata harga minyak ICP pada APBN tahun 2012 yang ditetapkan
sebesar USD90,0 per barel.
6.
Lifting
Minyak Indonesia
Dalam beberapa tahun
terakhir, pencapaian lifting minyak selalu di bawah target yang telah
ditetapkan. pada tahun 2011 realisasi lifting minyak (periode Desember
2010 - November 2011) mencapai sebesar 898,5 ribu barel per hari (lebih rendah
dari target sebesar 945 ribu barel per hari).
Dalam tahun 2012, target lifting
sebesar 950 ribu barel per hari, diperkirakan juga sulit untuk dicapai.
Pada bulan Januari 2012, realisasi lifting hanya mencapai 884 ribu barel
per hari. Berdasarkan perkembangan tersebut, target minyak mentah dalam RAPBN-P
tahun 2012 dikoreksi ke bawah menjadi 930 ribu barel per hari.
Referensi:
UU
RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pandapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2011
شركة تسليك مجاري بالدمام
BalasHapusشركة تنظيف شقق بالدمام
شركة مكافحة حشرات الدمام