Sabtu, 08 Oktober 2011

Sumber Penerimaan dan Pengeluaran APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. (Pasal 1 angka 7, UU No. 17/2003).Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi :

a. Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih
b. Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening kas umum negara. (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004)

Tahun anggaran adalah periode pelaksanaan APBN selama 12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia menggunakan tahun kalender sebagai tahun anggaran, yaitu dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sebelumnya, tahun anggaran dimulai tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Penggunaan tahun kalender sebagai tahun anggaran ini kemudian dikukuhkan dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU No. 17/2003 dan Pasal 11 UU No. 1/2004).
Merujuk Pasal 3 Ayat (4) UU No. 17/2003, APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi.

Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka Negara dapat membuat rencana-rencana untuk mendukung pembelanjaan tersebut.
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang Negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

Di bawah menyajikan struktur APBN. Struktur APBN terdiri dari pendapatan surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak TA 2000, Indonesia telah mengubah komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics(GFS).


Format I-Account APBN

A. Pendapatan dan Hibah
I. Penerimaan Dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
2. Penerimaan Bukan Pajak
II. Hibah
B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
1. Belanja K/L
2. Belanja Non K/L
II. Dana Perimbangan
III. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang
C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
E. Pembiayaan
I. Dalam Negeri
II. Luar Negeri

Format APBN yang berlaku juga menunjukkan efisiensi penganggaran belanja dituntut dengan penganggaran yang dimulai dari satuan terkecil (satker) hingga ke posisi paling atas (KL), dituntut juga melalui reklasifikasi rincian belanja negara (menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, yang sebelumnya dirinci menurut sektor dan jenis belanja) yang mencegah terjadinya anggaran berganda serta adanya tuntutan untuk mendeskripsikan tujuan, output, dan outcome yang ingin dicapai disertai dengan indikator kinerja dari masing-masing kegiatan.

A. Pendapatan dan Hibah

I. Penerimaan dalam Negeri
1. Penerimaan Pajak
 PPh NON MIGAS (PPh BADAN, PPh Perorangan)
 PPh MIGAS
 PPN dan PPnBM
 PBB
 BPHTB
 Cukai
 Pajak lainnya –Bea Materai, Bea Lelang
 Pajak Perdagangan Internasional – Bea Masuk, Pajak Ekspor
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
a) Penerimaan Sumber Daya Alam
 Penerimaan SDA Minyak Bumi dan Gas Alam
 Penerimaan SDA Lainnya (Kehutanan, Pertambangan Umum, dan Perikanan)
b) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
c) PNBN lainnya – Umum dan Fungsional

II. Hibah
Hibah adalah penerimaan Pemerintah yang berasal dari pemberian pihak lain, berupa uang atau barang, dari perorangan, badan hukum, atau Negara di mana, Pemerintah tidak perlu mengembalikan atau membayar kembali uang/barang yang diterimanya.
Hibah dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri,. Dalam APBN tidak direncanakan ada penerimaan ini karena penerimaan ini sangat tergantung dari pihak lain yang akan memberinya.


B. Belanja Negara
I. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara, belanja Negara disusun berdasarkan format baru yaitu dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja. Rincian belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementrian Negara/lembaga pemerintah pusat.
1. Rincian belanja Negara menurut fungsi dibedakan atas:
 Pelayanan umum,
 Pertahanan,
 Ketertiban dan keamanan,
 Ekonomi,
 Lingkungan hidup,
 Perumahan dan fasilitas umum,
 Kesehatan,
 Pariwisata dan budaya,
 Agama,
 Pendidikan,
 Perlindungan social.
2. Rincian belanja Negara menurut jenis belanja (klasifikasi ekonomi) dibedakan atas:
Belanja Pemerintah Pusat
 Belanja pegawai,
 Belanja barang,
 Belanja modal,
 Pembayaran bunga utang,
 Subsidi,
 Belanja hibah,
 Bantuan sosial dan
 Belanja lain-lain.

II. Dana Perimbangan
Dana perimbangan pada dasarnya merupakan dana yang bersumbaer dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terbagi dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi khusus dan dana perimbangan dar provinsi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Namun pada tahun 2007 dan tahun 2008 dana perimbang dari provinsi tersebut masuk ke dalam sumber penerimaan daerah lainnya.

III. Dana Alokasi Khusus dan Penyeimbang
Dana otonomi khusus dan dana penyeimbang adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan secara eksplisit dalam undang undang tentang otonomi khusus suatu daerah tertentu, serta untuk penyeimbang kekurangan dana alokasi umum.

C. Keseimbangan Primer
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Indicator keseimbangan primer menunjukan surplus atau deficit APBN tanpa pembayaran bungan utang. Semakin besar surplus keseimbangan primer menunjukan APBN semakin mampu membayar beban utang.

D. Surplus/Defisit Anggaran (A-B)
Surplus atau defisit merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit, sebaliknya jika penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus.

E. Pembiayaa
n
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
2. Pembiayaan Luar negeri meliputi:
a) Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman dan Pinjaman Proyek
b) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium



Sumber:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2001 tentang APBN TA 2002
http://www.sumedangkab.go.id/
http://www.bappenas.go.id/
http://www.staff.ui.ac.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar